MENGATASI KONFLIK DALAM KELUARGA
Ada 4
tingkatan konflik dalam keluarga:
1. Ketidaksetiaan antar anggota keluarga
(Hosea 2:18,19)
Dalam Hosea
2:18,19 Tuhan berkata kepada bangsa Israel:”Aku akan menjadikan engkau
isteriKu untuk selama-lamanya, dan Aku akan menjadikan engkau istriKu dalam
keadilan dan kebenaran dalam kasih setia dan kasih sayang. Aku akan menjadikan
engkau istriKu dalam kesetiaan, sehingga engkau akan mengenal Tuhan. “ Sepintas
kalau kita membaca kedua ayat ini, terkesan aneh masak Tuhan menikah dengan
bangsa Israel. Tuhan menempatkan diriNya sebagai suami dan Israel sebagai
istriNya. Bukankah Tuhan itu Roh dan Israel itu daging, masak bisa kawin ?
Jelas tidak bisa. Jadi pengertian bukan secara biologis, tetapi lebih kepada
masalah hubungan yang harmonis antara Tuhan dengan umatNya. Tuhan menuntut
kesetiaan dari umatNya. Tuhan berkata: Aku adalah Allah yang cemburu, jangan
ada allah lain dihadapanKu. Demikian
juga dalam hubungan kita dengan suami atau istri kita, di dalamnya dituntut
kesetiaan. Bila ada pihak yang tidak setia dalam ikatan pernikahan maka itu
akan mengganggu keharmonisan keluarga. Ada seorang mahasiswi kuliah di luar
kota, dia berhasil meraih gelar sarjana, dia sangat senang sekali dan gembira,
tetapi hatinya menjadi begitu sedih saat dia melihat keluarganya dalam kondisi
memprihatinkan. Ayahnya seorang pejabat, tetapi
sayang ayahnya tidak lagi tinggal serumah dengan ibunya. Mahasiswi ini
rindu sekali ayahnya dapat kembali sama ibunya. Suatu hari ia mengadakan
kebaktian syukur atas keberhasilan studinya dan ia menemui ayahnya dan berkata:”Ayah, saya
sangat berterima kasih pos wesel yang ayah kirim setiap bulan untuk saya selama
saya kuliah. Tetapi selama saya studi belum pernah ada surat atau tulisan
tangan sedikitpun dibelakang pos wesel. Betapa saya merindukannya. Dan sekarang saya mohon dengan sangat agar
ayah mau kembali kepada ibu dan pulang ke rumah kita.”. Tetapi sungguh
menyedihkan sikap sang ayah, dia tidak menggubris permohonan anak gadisnya itu
sebaliknya dia menghilang dalam kegelapan malam menuju ke rumah wanita
simpanannya. Perselingkuhan membuat anak menderita, perselingkuhan telah
menjadi penyebab konflik terbesar dalam keluarga. Jika suami tidak lagi setia
sama istri, atau istri tidak lagi setia sama suami, atau orang tua tidak lagi
setia sama anak atau anak tidak lagi setia sama orang tua, maka dalam waktu
singkat keluarga itu akan hancur.
2. Putusnya
komunikasi dalam keluarga (Kejadian 3:9-13)
Semenjak manusia pertama
Adam dan Hawa jatuh dalam dosa, maka komunikasi diantara mereka menjadi tidak
sehat. Adam menyalahkan Hawa, Hawa menyalahkan ular dstnya. Ketika Tuhan
menegur Adam, maka Adam berkata: Itulah perempuan yang Kautempatkan disisiku,
dialah yang menyuruhku memakan buah laranganMu itu. Ketika Tuhan tegur Hawa,
Hawa jawab: itulah siular yang menggoda aku. Nah bila dalam sebuah keluarga
terjadi sikap saling menyalahkan maka komunikasi menjadi tidak sehat bahkan
bisa putus sama sekali. Sebuah surat kabar Inggris melaporkan tentang sepasang
suami istri yang hidup bersama sebagai “pasangan
yang diam” selama 12 tahun. Akhirnya sang istri minta cerai. Selama waktu
yang lama itu mereka tidak pernah bertemu dan berbicara. Apabila yang satu
pulang ke rumah, yang lain pergi, dan seandainya mereka berkomunikasi, mereka
lakukan dengan menulis memo. Mereka telah hidup bahagia selama 18 tahun pertama
pernikahan mereka dan telah berhasil membesarkan seorang anak. Tetapi selama 12
tahun terakhir mereka tidak berbicara satu sama lain. Ironisnya tak satupun
keduanya dapat mengingat percekcokan apa yang menyebabkan semua itu terjadi.
Yang mereka ingat hanya satu:Dalam hal
ini, akulah yang benar.”
Banyak rumah tangga yang
suasana kasihnya sudah menjadi hambar, tidak ada komunikasi yang indah lagi
seperti tahun-tahun pertama pernikahan mereka, mungkin mereka masih tinggal
satu rumah, satu kamar, satu ranjang, mungkin mereka masih makan pada satu meja
makan, mungkin mereka masih bersama-sama pergi ke gereja, tetapi kasih mereka
sesungguhnya sudah mulai hambar, sebab tidak komunikasi yang dibangun. Putusnya
komunikasi dalam keluarga menjadi masalah yang serius. Bila tidak segera
diatasi maka keluarga berada diambang kehancuran.
3. Pertengkaran sampai pada kekerasan
(Efesus 4:26)
Apabila kamu menjadi marah,
janganlah kamu berbuat dosa; janganlah matahari terbenam, sebelum padam
amarahmu.Efesus 4:26. Marah yang berbuat dosa itu yang macam bagaimana ? Bila
kemarahan kita itu disertai dengan tangan besi, disertai kekerasan. Perhatikan
kasus-kasus di televisi: cucu bunuh neneknya sendiri gara-gara harta warisan,
suami bakar istrinya hidup-hidup, menantu bunuh mertuanya dstnya. Inilah amarah
yang membawa dosa.
Kolose 3:8:”Tetapi sekarang
buanglah semua ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor
yang keluar dari mulutmu.” Mazmur 37:8;”Berhentilah marah dan tinggalkanlah
panas hati itu, jangan marah itu hanya membawa kepada kejahatan.”
Seorang hamba
Tuhan : Pdt. Volkard Scheneuman pernah berkata demikian:
Seorang suami perlu bertobat dari kebiasaan yang tidak
terpuji, misalnya : memukul istri. Sebab siapa memukul istrinya berarti memukul
Tuhan. Karena tubuh istri adalah tempat kediaman Roh Kudus. Siapa melempari
istrinya berarti melempari bait Roh Kudus. Siapa memukul wajah istri berarti
menghina kemuliaan Tuhan. Siapa memukul istri berarti memukul diri sendiri
karena suami istri pada dasarnya satu daging.
Saya ingat nasehat nenek saya kepada saudara-saudara saya
yang sudah menikah: ingat mbah kakungmu itu nggak pernah mukul mbah putrimu itu
sampai sekarang, biar marah kayak apapun, paling cuman marah dimulut saja.
I Yohanes 4:20-21:”Janganlah seorang berkata:”Aku
mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena
barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi
Allah, yang tidak dilihatnya. ...Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga
mengasihi saudaranya.” Jika istilah
saudara diganti dengan istilah istrinya maka bunyinya seperti ini:
Janganlah seorang berkata:”Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci istrinya, maka
ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi istrinya yang
dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.
...Barangsiapa mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi istrinya.” Istilah
istri bisa diganti dgn suami atau orang tua atau anak dstnya. Intinya bila kita
tidak bisa mengasihi keluarga kita, maka bohong besar kita berkata bahwa kita
mengasihi Tuhan.
4. Perceraian (Matius 19:6)
Puncak dari pada konflik
keluarga yaitu perceraian. Saat ini ada banyak artis yang mengurus
perceraiannya. Dengan tegas Tuhan Yesus berkata:”Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu apa yang
telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan oleh manusia.” (Matius 19:6)
Ketegasan firman ini menyelamatkan banyak keluarga. Siapa yang berpegang pada
firman ini keluarganya akan selamat. Sesungguhnya perceraian itu membawa
penderitaan yang luar biasa bagi anak-anak hasil perkawinan. Ada sebuah keluarga sudah dibina selama 22
tahun, akhirnya kandas, sang suami mengambil keputusan untuk menceraikan
istrinya, sang istripun siap untuk bercerai dengan suaminya. Bagaimana
tanggapan anak-anak ? Anak pertama berkata demikian:”Saya setuju ibu cerai,
kita sudah cukup menderita karena tingkah laku papa.” Anak kedua ditegur oleh
gurunya:”Mengapa kamu ini suka memberontak kalau Bu guru menasehati kamu ?”
Anak kedua menjawab:”Orang tua saya mau cerai !” Anak ketiga mengatakan pada
ibunya:”Mami, saya terus mengirim surat sama papi, mengapa papi tidak pernah
menjawabnya.”: Perceraian membawa
penderitaan bagi anak-anak, dan hal ini jelas dosa dimata Tuhan. Untuk itulah
Tuhan Yesus berkata:”Apa yang telah
dipersatukan Allah,jangan sekali-kali diceraikan oleh manusia.” Kalau manusia
nekad mengambil langkah bercerai, maka seumur hidupnya dia tidak akan bahagia,
sebab dia berani melanggar firman Tuhan.
Jadi paling
tidak ada 4 tingkatan konflik dalam keluarga:
1. Ketidaksetiaan yang
diwujudkan dalam bentuk perselingkuhan
2. Putusnya komunikasi akibat
konflik batin
3. Pertengkaran sampai pada
kekerasan
4. Perceraian
Bagaimana
kondisi semacam ini dipulihkan ?
1. Datang kepada Tuhan Yesus, datang ke
salib Kristus. Jika rumah tangga kita sudah penat dengan beban masalah
maka jalan yang terbaik adalah datang kepada Tuhan Yesus. Matius 11:28:”Marilah
kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan
kelegaan kepadamu..” Salib Kristus adalah tempat dimana suami istri dapat
memulihkan hubungannya yang mulai retak, agar dapat saling mengampuni dan
menerima kembali.
2. Belajar menerima kekurangan pasangan
kita dan terus berusaha saling melengkapi. Roma 15:7:”Terimalah satu
akan yang lainnya, sama seperti Kristus telah menerima kita, untuk kemuliaan
Allah.” Kita biasanya suka menerima kelebihan pasangan kita, kalau orang
membicarakan kelebihan suami kita, maka kita para istri pasti merasa bangga,
demikian bila orang membicarakan kelebihan istri kita, maka kita sebagai
suaminya juga pasti akan merasa bangga. Tetapi bagaimana bila suatu hari orang
membicarakan kekurangan suami kita, istri kita, anak-anak kita, apakah kita
akan merasa malu punya suami seperti dia, atau istri seperti dia, kalau kita
hanya malu dan tidak belajar untuk menerima kelemahan itu, maka kita akan sulit
memiliki hati seperti Kristus. Yesus menerima kita bukan karena kita baik,
justru karena kita bobrok maka dia mau datang untuk menyelamatkan kita. Memang
kelemahan tidak boleh dimanjakan, masing-masing anggota keluarga harus bisa
berusaha memperbaiki diri demi kebahagiaan keluarga.
3. Janganlah jemu-jemu berbuat baik Galatia 6:9:”Janganlah kita
jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai,
jika kita tidak menjadi lemah.” Ada seorang wanita muda datang kepada hamba
Tuhan dan ia berkata demikian:”Suami saya tidak pernah memuji saya, yang
dilakukannya hanya mengkritik. Tidak peduli apapun yang saya lakukan, segiat
apapun saya bekerja, saya selalu dikritik untuk melakukannya lebih baik lagi !”
Pendeta berkata demikian:” Ibu harus belajar memujinya. Ibu: Memujinya ? Oh
saya tidak pernah memikirkan hal itu, saya mengharapkan pujian dari dia,
mengapa skrg saya harus memuii dia lebih dahulu ? Pendeta berkata:”Kalau ibu
ingin mengubah suami, ubahlah diri ibu terlebih dahulu.
Bentuk perbuatan baik :
Pada suatu kali ada seorang ibu menangis saat dia
membaca sepucuk surat. Ternyata ibu ini menerima surat dari anaknya yang
tinggal di Jakarta, bunyi surat itu seperti ini:
Hari ini adalah hari ulang tahun Ibu yang ke-60.
Saya bersyukur kepada Tuhan mempunyai ibu yang begitu baik, selalu
memperhatikan dan mengasihi saya. Doa saya pada ulang tahun ibu, kiranya Tuhan
Yesus selalu memberi ibu kesehatan, kebahagiaan dan umur panjang.
Dari ananda di Jakarta.
Surat yang sederhana ini membuat ibu sangat senang
sekali dan dia berkata:”Hatiku sungguh bahagia, bukan oleh karena ada orang
yang memberi hadiah yang mahal ataupun uang jutaan rupiah, tetapi karena anakku
mengucapkan selamat ulang tahun dengan hati yang penuh cinta. Pernahkah saudara
dan saya melakukan sesuatu pada orang tua kita yang membuat mereka menjadi
senang dan bahagia ? Pernahkah suatu kali ketika ayah atau ibu kita berulang
tahun, kita datang bukan hanya dengan membawa hadiah yang mahal tetapi memeluk
ayah kita atau ibu kita dan membisikkan di telinga mereka ungkapan-ungkapan
kasih yang tulus ?
Kesimpulan:
Keluarga
bahagia adalah keluarga yang:
1. Keluarga yang setia pada
perkawinan, tidak ada PIL dan tidak ada WIL
2. Keluarga yang dapat menjalin
komunikasi dengan baik setiap hari
3. Keluarga yang siap berbeda
pendapat tetapi tidak harus bertengkar atau ribut
4. Keluarga yang melaksanakan
perintah Yesus: Apa yang telah dipersatukan tidak boleh diceraikan oleh manusia
5. Keluarga yang merendahkan
diri dibawah salib Kristus
6. Keluarga yang suka berbuat
baik satu sama lainnya. Saling memberi, saling menolong, saling membantu satu
sama lainnya.
Komentar
Posting Komentar